Tak ada lagi kicauan burung di pagi hari.
Tak ada lagi udara sejuk berselimut embun yang selalu setia menemani pagiku
kala tubuh ini mulai terjaga. Semuanya telah tergantikan oleh deru kendaraan
berpolusi dan gedung-gedung pencakar langit yang tumbuh subur bak jamur di
musim penghujan. Tak ada lagi hutan Indonesia yang masih perawan, yang
tertinggal hanyalah kerusakan parah akibat tangan-tangan jahil tak bertanggung
jawab. Gelora api terus membara, unjuk gigi menciptakan asap. Mungkinkah kabut
asap pergi meninggalkan kami ? Mungkinkah oksigen menjadi barang langka di bumi
pertiwi ini ?
Hutan Indonesia merupakan salah satu yang
terluas di dunia. Itulah sebabnya Indonesia disebut sebagai “paru-paru dunia”.
Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan, hutan-hutan di
Indonesia mulai mengalami perubahan yang sangat serius. Penebangan liar tanpa
penanaman kembali, alih fungsi lahan gambut yang berperan untuk menjaga
kualitas, kuantitas dan pencegahan banjir serta pemanfaatan hutan untuk
keperluan komersil tanpa memperhatikan masalah sosial, ekonomi, budaya dan
ekologi adalah contoh nyata masalah serius yang tengah dihadapi oleh
hutan-hutan di Indonesia. Bila beban terhadap hutan ini terus berlanjut, bukan
hanya luas hutan yang semakin berkurang, tetapi berbagai spesies tumbuhan dan satwa
akan terancam punah dan bencana dampak ekologi akan berantai ke sektor-sektor
lain, yang pada gilirannya akan berdampak pada kehidupan masyarakat secara luas,
misalnya saja terjadi bencana banjir, erosi, tanah longsor serta bumi akan semakin
panas akibat emisi rumah kaca dan terjadinya perubahan iklim yang signifikan karena
hutan mulai kehilangan perannya sebagai pengatur iklim untuk mengikat
karbondioksida dan menyerap karbon.
Sebenarnya isu-isu lingkungan tersebut telah seringkali diangkat di berbagai forum internasional tetapi apa mau dikata proses penghancuran hutan tetap berjalan seperti biasanya, terus berulang dan berulang setiap tahunnya, Rupanya nilai ekonomis tinggi yang dimiliki oleh kelapa sawitlah yang ditengarai sebagai salah satu biang keladinya. Sekarang ini perkebunan kelapa sawit telah menjelma menjadi komoditas penting karena memiliki pasar ekspor yang luas dan harga jual yang menarik sehingga pihak-pihak terkait tak segan untuk menanamkan investasi modal yang tinggi untuk pembukaan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, yang tentu saja selain menguntungkan bagi pengusaha, juga sebagai penghasil devisa non-migas bagi perekonomian negara Indonesia tentunya.
Kesalahan tentu saja tidak dapat dijatuhkan
kepada pihak pengusaha dan pemerintah saja karena tak dapat dipungkiri,
industri kelapa sawit memiliki dampak positif terhadap pekerja maupun penduduk
setempat berupa lapangan pekerjaan, perbaikan infrastruktur dan upaya
pengentasan kemiskinan. Namun dampak negatif berupa pembukaan lahan tanpa
memperhatikan kelestarian hutan itu sendiri, kurangnya kompensasi sampai
penggusuran paksa terhadap mereka, si empunya tanah, pelanggaran hak-hak
pekerja untuk sistem gaji yang adil, kondisi kerja yang jauh dari kata aman
serta penurunan hasil-hasil pertanian lainnya sebagai akibat petani beralih ke
budidaya kelapa sawit adalah hal yang harus diminimalisir keberadaannya.
Meskipun
banyak sekali dampak negatif yang telah dilaporkan oleh kelompok-kelompok
pencinta lingkungan hidup namun semakin banyak pula pemain yang berkecimpung di
industri kelapa sawit, bahkan dalam prakteknya pembangunan perkebunan kelapa
sawit telah dibangun pula pada kawasan hutan lindung yang memiliki ekosistem
yang unik dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang tinggi.
Memang tidak mudah mencari pemecahan
masalah atas konflik yang terjadi antara pemangku kepentingan yang berbeda
mengingat siapa pun tak bisa menampik keuntungan dari manisnya manfaat kelapa
sawit yang hampir meliputi semua sendi kehidupan. Kestabilan
oksidatif ketika digunakan untuk menggoreng, mudah diproduksi dan biaya
produksi yang rendah menjadikan minyak sawit begitu populer dan digemari di
seluruh dunia, baik dalam industri makanan, kosmetik, produk kebersihan sampai
dengan pentingnya pembuatan energi terbarukan, biodiesel, hampir dapat
dipastikan permintaan akan minyak sawit di masa depan akan melambung tinggi. Seiring
semakin pesatnya kehancuran hutan di Indonesia dan krisis iklim yang terjadi
saat ini, wacana demi wacana mengemuka guna memperbaiki citra negatif kelapa
sawit. Misalnya saja wacana untuk mengganti minyak kelapa sawit dengan minyak
nabati sejenis. Wacana ini pernah digulirkan tetapi rupanya minyak kelapa sawit
selain memiliki keunikan tekstur dan rasa yang tak tergantikan, juga perkebunan
kelapa sawit mampu memberikan hasil yang lebih banyak daripada perkebunan
sejenis dengan luas lahan yang sama sehingga solusi di atas bukanlah solusi
praktis untuk mengatasi pembukaan lahan hutan menjadi lahan pertanian. Wacana
lainnya adalah upaya menghasilkan minyak sawit yang berkelanjutan dan ramah
lingkungan sesuai dengan kriteria Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). RSPO
yang dibentuk di tahun 2004, lahir sebagai tanggapan atas desakan dan tekanan
permintaan global akan minyak sawit yang dihasilkan secara berkelanjutan dan
bertujuan untuk mengalihkan perluasan minyak sawit dari hutan primer dan
kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi, melarang perampasan lahan
masyarakat, menghormati hak adat masyarakat lokal/masyarakat adat, termasuk hak
mereka untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan atas usaha perkebunan
kelapa sawit yang direncanakan dibangun di atas tanah mereka, membantu mendokumentasikan berbagai pelanggaran, mendorong
dialog dengan perusahaan minyak sawit yang ditujukan
untuk melindungi tanah masyarakat, menyelesaikan konflik dan mencegah berlanjutnya pelanggaran,
sesuai dengan hukum internasional dan norma yang sepakati, dan menjamin upaya pertanian yang
dilakukan ramah lingkungan berbasis sawit berkelanjutan. Salah satu contoh nyata yang telah
dilakukan oleh negara yang tergabung dalam RSPO adalah membatasi ekspansi
perkebunan sawit dengan menerapkan peraturan batas minimum lahan negara sebagai
hutan dan mengutamakan peningkatan produktivitas lahan perkebunan sawit
daripada melakukan ekspansi ke kawasan hutan.
Dalam hal ini pun Indonesia telah
menunjukkan keseriusannya dengan mendirikan Indonesia Sustainable Palm Oil
(ISPO) pada tahun 2011 dalam upayanya membangun industri kelapa sawit bagi
peningkatan ekonomi masyarakat yang terintegrasi dengan sistem yang ramah
lingkungan sehingga mampu meningkatkan daya saing global minyak sawit
Indonesia. Tapi semua itu barulah mumpuni jika terdapat kerja sama yang bahu
membahu antara para pemangku kepentingan industri kelapa sawit, yaitu produsen,
pengolah atau pedagang, produsen
produk konsumen, pengecer, bank/investor, LSM konservasi
lingkungan, serta LSM sosial untuk mengembangkan standar global minyak sawit
berkelanjutan dan satu lagi
yang tak kalah pentingnya adalah sanksi tegas bagi para anggota ISPO/RSPO yang
kedapatan melanggar agar tantangan produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan
yang ramah lingkungan tidak akan menjadi suatu kebohongan belaka.
Lalu pertanyaannya, apakah yang dapat kita
lakukan agar dapat berkontribusi secara aktif terhadap perekonomian,
kelestarian lingkungan dan kesejahteraan sosial yang lebih baik baik Indonesia ?
Tentu saja sangat mudah, jadilah konsumen yang peduli, yaitu dengan cara hanya
membeli produk yang berlogo RSPO
pada kemasan produk
untuk memastikan perusahaan menerapkan
praktik sawit berkelanjutan yang ramah lingkungan. Hal ini pun sebagai upaya memberikan apresiasi terhadap
produk-produk yang ramah lingkungan dan mendorong lebih banyak produsen yang
akan menyediakan produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dan di kemudian
hari diharapkan dapat berkembang menjadi standar yang harus dimiliki oleh pihak-pihak
yang bergerak di industri kelapa sawit. Memang hanyalah satu langkah kecil #beliyangbaik yang
dapat kita lakukan tapi bila dilakukan dengan bergotong royong sebagai konsumen
yang cerdas dan peduli, niscaya kita bisa menjadi penggerak yang hebat untuk bumi
kita yang lebih baik dan keseimbangan ekosistem yang sehat. Di samping itu, mulailah
membangun hutan kita sendiri di lingkungan rumah dengan kegiatan menanam pohon,
memeliharanya untuk kemudian memanfaatkannya.